Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur
(rawi) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits
bersangkutan).
Mari terlebih dahulu kita membaca Al-Fatihaah, [baca : Mari 'meluruskan niat' dengan Surah Al-Faatihah ], semoga Allah Yang Maha Raḥmān & Raḥīm berkenan memberikan petunjuk-Nya kepada kita dan memudahkan untuk memahaminya :
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
امِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Setiap informasi yang mengatasnamakan Rasulullah ﷺ harus benar-benar valid. Sebab terdapat banyak berita yang memalsukan hadits
demi kepentingan tertentu. Disisi lain, Hadits dijadikan sumber hukum Islam
setelah al-Qur'an, dalam hal ini kedudukan hadits merupakan sumber
hukum kedua setelah al-Qur'an.
Keduanya tidak dapat dipisahkan; karena juga termasuk wahyu dari Tuhan (Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى ). Oleh karena itu membahas tentang hadits harus memenuhi berbagai syarat, dimana syarat-syarat yang harus terpenuhi akan menentukan : kriteria dan tingkat keaslian sebuah hadits. Dua buah artikel sebelumnya kita telah membahas pengertian dan sanad sebuah hadits dalam ajaran Islam :
Pada artikel ini kita akan membahas : sebuah
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni : bermulanya
ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat
keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan). Secara
detail, klasifikasi sebuah hadits meliputi :
Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni Marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’(terputus) :
- Hadis Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad ﷺ
- Hadis Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi ﷺ atau sekadar pendapat para sahabat. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti : "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
- Hadis Maqthu’ adalah hadits yang sanadnya berujung pada para tabi'in (penerus) atau sebawahnya. Contoh
hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan
dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan
ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil
agamamu".
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain, seperti : keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah ﷺ dari ucapan para sahabat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadis).
Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini, hadits terbagi
menjadi beberapa golongan yakni : Musnad, Mursal, Munqathi’, Mu’allaq, Mu’dlal dan Mudallas.
Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan
dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi sanad adalah sebagai berikut :
Pencatat hadis > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 (tabi'ut tabi'in) > Penutur 2 (tabi'in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah ﷺ
- Hadits Musnad. Sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits
tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan
terjadinya penyampaian hadits berdasarkan waktu dan kondisi, yakni para rawi itu
memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan hadits. Hadits ini juga
dinamakan muttashilus sanad atau maushul.
- Hadits Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah ﷺ (contoh: seorang tabi'in (penutur 2)
mengatakan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya
sahabat yang menuturkan kepadanya).
- Hadits Munqathi’, bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang
tidak berturutan, selain shahabi.
- Hadits Mu’dlal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
- Hadits Mu’allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada
sanadnya. Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan
sanad antara dirinya hingga Rasulullah ﷺ.
- Hadits Mudallas, bila salah satu rawi mengatakan "..si A berkata .."
atau "Hadits ini dari si A.." tanpa ada kejelasan "..kepada
saya.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadits itu disampaikan
kepadanya secara langsung. Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi
lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadits ini disebut
juga hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang
memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, atau
hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas :
- Hadits Mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (baca : thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum untuk sebuah hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis, yakni : mutawatir lafzhy (lafaz redaksional sama pada tiap riwayat) dan mutawatir ma’nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat).
- Hadits Ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain:
o
Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat
hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur)
o
Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan,
pada lapisan lain lebih banyak)
o
Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai
derajat mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.
Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Kategorisasi
tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan
kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni
: shahih, hasan, dla'if dan maudhu'. Lebih
lengkapnya :
·
Hadis
Sahih, yakni tingkatan tertinggi
penerimaan pada suatu hadis. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
Sanadnya bersambung;
2.
Diriwayatkan oleh para penutur/rawi
yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah (kehormatan)-nya,
dan kuat ingatannya.
3.
Pada saat menerima hadits,
masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan beragama Islam.
4.
Matannya tidak mengandung
kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau
tidak nyata yang mencacatkan hadits (’illat).
·
Hadits
Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya
bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya
diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun
matannya tidak syadz atau cacat.
·
Hadits
Dhaif (lemah), ialah hadits yang
sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq,
mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil
atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
·
Hadits
Maudhu’, bila hadis dicurigai palsu atau
buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai
pendusta.
Baca juga :
Hadits Jenis-jenis lain
Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang
tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain :
Hadits Matruk, yang berarti hadits yang
ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan
rawi itu dituduh berdusta.
Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya
diriwayatkan oleh seorang rawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya/jujur.
Hadits Mu'allal, artinya hadits yang
dinilai sakit atau cacat, yaitu hadits yang di dalamnya terdapat cacat yang
tersembunyi (’illat). Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalani bahwa hadits Mu'allal ialah hadits yang tampaknya baik
tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut
hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal (hadis sakit atau cacat).
Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang
kacau, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi melalui beberapa sanad
dengan matan (isi) kacau atau tidak sama atau bahkan kontradiksi dengan yang
dikompromikan
Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan
mendahulukan yang belakang atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau
sanad (silsilah)
Hadits Gholia, yaitu hadits yang
terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
Hadits Mudraj, yaitu hadits yang
mengalami penambahan isi oleh rawi, misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan
berasal dari Nabi ﷺ
Hadits Syadz, hadits yang jarang, yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan
hadits lain yang diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadits syadz bisa jadi
berderajat shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan hadits shahih yang lebih kuat
sanadnya. Hadits yang lebih kuat sanadnya ini dinamakan Hadis Mahfuzh.
Kebenaran adalah milik Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, Wallahu a’lam bishawab. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Rahmaan & Rahiim berkenan memberikan hidayah-Nya kepada kita, keturunan Nabiyullah Sayyidina Adam 'Alaihissalam. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Semoga bemanfaat.