Post Top Ad

 

Selama ini kita mengenal bahwa Muhammad   merupakan seorang nabi dengan sifat ummi. Sifat Nabi   ini, cukup sering disebut dalam Al-Quran dengan istilah nabiyil ummiyi. 

Kata Ummi, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti : buta baca dan tulis. 

Apakah hal tersebut memang berarti bahwa : Nabi  tidak bisa baca tulis?



Mari terlebih dahulu kita membaca Al-Fatihaah, [baca : Mari 'meluruskan niat' dengan Surah Al-Faatihah ], semoga Allah Yang Maha Raḥmān & Raḥīm berkenan memberikan petunjuk-Nya dan memudahkan kita memahami berbagai tanda-tanda kekuasan-Nya :



أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ


بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ


امِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ



Pada artikel ini, kita akan mengupas : "Apakah Nabi Muhammad  adalah benar-benar seorang yang buta huruf, dengan berbagai bukti dan dasar yang menyertainya". 



1. Konotasi negatif untuk kata : Ummi


Seseorang yang memiliki sifat ummi pada umumnya dimengerti dengan konotasi negatif. Tidak adanya kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis menjadikan orang tersebut kurang bisa mengembangkan potensi akal dan pengatahuan yang sudah dimilikinya. 


Namun, apakah sifat demikian juga dilekatkan kepada diri Nabi Muhammad ﷺ ? [baca : Misteri Kecerdasan Akal pada Manusia menurut Islam ]


Contoh ayat yang menyebutkan istilah Nabiyil Ummiyi terdapat pada surah Al-A’raf [7] : 157 sebagai berikut :

 

اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ مَعَهٗٓ ۙاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ 


Al-lażīna yattabi‘ūnar-rasūlan nabiyyal-ummiyyal-lażī yajidūnahū maktūban ‘indahum fit-taurāti wal-injīli ya'muruhum bil-ma‘rūfi wa yanhāhum ‘anil-munkari wa yuḥillu lahumuṭ-ṭayyibāti wa yuḥarrimu ‘alaihimul-khabā'iṡa wa yaḍa‘u ‘anhum iṣrahum wal-aglālal-latī kānat ‘alaihim, fal-lażīna āmanū bihī wa ‘azzarūhu wa naṣarūhu wattaba‘un nūral-lażī unzila ma‘ah(ū), ulā'ika humul-mufliḥūn(a).

(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Dia menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka, mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka.1) Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan bersamanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung. Al-A’raf [7] : 157


Catatan Kaki

1) Dalam syariat Nabi Muhammad saw. tidak ada lagi beban berat yang dipikulkan kepada Bani Israil, seperti ketentuan membunuh diri untuk bertobat, kewajiban kisas pada pembunuhan yang disengaja dan tidak tanpa adanya alternatif membayar diat (ganti rugi), memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, dan membuang atau menggunting kain yang terkena najis.





2. Pengertian dari kata : Ummī


Dalam Shafwatut TafsirAli as-Shabuni menerangkan bahwa ayat ini menjadi bukti dan jaminan akan adanya Rahmat dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى bagi orang yang mengikuti Nabi , yang ummi yakni buta huruf dan tak bisa menulis. 


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebelum turunnya Al-Quran, Nabi Muhammad  sama sekali tak pernah mengenal kegiatan baca tulis sehingga ia dikenal dengan : ummi.


Ummi berasal dari kata Ummun dalam Bahasa Arab yang berarti seorang ibu. Dalam kaidah bahasa Arab kata benda tunggal umumya menggunakan dhammah tain atau bunyi un di akhir kata, oleh karena itu Ummun berarti bentuk tunggal dari Ibu.

 

Sementara itu, bentuk jamak dari ibu sendiri dalam Bahasa Arab adalah Ummahātun. Jika istilah ummun dalam bahasa Arab ditambah huruf ya’ mutakallim di akhir, maka bunyinya akan berubah menjadi Ummī yang berarti : ibuku. 


Menurut Prof. Dr. AG. K.H.Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A., seorang cendekiawan ilmu Al Qur'an, menjelaskan lafad ummi yang berakar pada kata umm dengan makna : ibu. 


Namun, ada juga keterkaitan dengan ummah, yang berarti : umat. Hal ini merujuk pada kondisi masyarakat Quraisy yang buta huruf. Ini diperkuat dengan sabda Rasulullah  pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari :


عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ

dari Ibn Umar, dari Rasulullah  : 
"Sesungguhnya kami ialah umat yang ummi, tidak bisa menulis dan tidak bisa menghitung.”  

Adapun al-Qurthubi dalam tafsirnya memaparkan beragam pendapat, salah satunya ialah pendapat dari al-Nuhas yang mengaitkan lafad ummi dengan salah satu sebutan untuk kota Mekkah, kota tempat lahir Nabi dilahirkanyakni : Ummul Quro


Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa : kata ummi dimaknai sebagai seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi sifat atau tabiatnya masih seperti bayi yang baru dilahirkan, yakni tak bisa baca tulis karena belum belajar.



3. Keadaan Bangsa Arab Ketika Jaman Nabi


Kondisi masyarakat bangsa Arab pada masa itu merupakan sebuah peradaban yang relatif minim pengetahuan dalam bidang tulis menulis, dan hal ini sangat wajar, karena mereka cenderung mengandalkan daya hafal dibanding kemampuan membaca dan menulis. Bahkan mereka yang bisa menulis dan membaca dianggap sebagai orang yang lemah daya hafalnya. 


Namun demikian, al-Qurthubi menjelaskan bahwa ketidak mampuan Nabi untuk membaca dan menulis merupakan bagian dari kemukjizatan sehingga menjadi argumen kuat sebagai pembenar Al-Quran yang merupakan wahyu, bukan buatan dan karangan Nabi Muhammad .

Baca juga :



4. Apakah Rasulullah ummi hingga akhir hayatnya ?

Meskipun sifat ummi yang dimiliki Nabi merupakan suatu rangkaian mukjizat-Nya, hal itu bukan berarti Beliau  selamanya akan seperti itu. Turunnya surat al-'Alaq [96] : 1-5 menjadi pertanda Rasul mulai belajar membaca.


اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ

Iqra' bismi rabbikal-lażī khalaq(a).

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!  Al-'Alaq [96] : 1

 

خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ

Khalaqal-insāna min ‘alaq(in).
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Al-'Alaq [96] : 2

 

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ


Iqra' wa rabbukal-akram(u).
Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia, Al-'Alaq [96] : 3 

 

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ


Allażī ‘allama bil-qalam(i).
yang mengajar (manusia) dengan pena. Al-'Alaq [96] : 4

 

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ


‘Allamal-insāna mā lam ya‘lam.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinyaAl-'Alaq [96] : 5



Al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa dalam peristiwa turunnya wahyu pertama, Sayyidina Jibril عَلَیهِ‌ السَّلام mengajak dengan berulang-ulang, hal itu menunjukan bahwa Nabi memang tidak pernah membaca dalam bentuk apapun. Namun karena dituntun dengan berulang kali oleh Sayyidina Jibril عَلَیهِ‌ السَّلام, akhirnya Nabi  pun mulai terbiasa dan mampu membaca.


Merujuk pada Al Qur'an Surat Al-'Alaq [96] : 1-5 sangat jelas sekali bahwa Allah Yang Maha Raḥmān & Raḥīm , Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa telah berkehendak mengajarkan kepada kekasih-Nya, Muhammad , sesuatu apa yang sebelumnya tidak diketahuinya.


Meskpun demikian, tentang apakah sifat ummi yang dimiliki Nabi sampai akhir hayat, beberapa mufassir memiliki beragam pandangan. Imam al-Suyuthi meskipun juga berpendapat bahwa ummi bermakna tidak bisa membaca dan menulis, ia juga menuqil riwayat dari Abdullah ibn ‘Utbah yakni :

عبد الله بن عتبَة عَن أَبِيه قَالَ: مَا مَاتَ النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم حَتَّى قَرَأَ وَكتب

dari Abdullah bin Utaibah berkata: "Tidaklah Rasulullah  meninggal kecuali beliau telah mampu membaca dan menulis”.


5. Pelajaran penting dari Perjanjian Hudaibiyyah 


Ketika Rasulullah  dan sahabat hijrah ke Madinah, dimana ketika itu Rasulullah   dan para sahabatnya membuat suatu tatanan pemerintahan, dan Beliau   sebagai Kepala Negaranya, dalam hal surat menyurat Beliau   menunjuk sahabatnya untuk menjadi sekretaris.


Artikel terkait :

Pada tahun 628 M, sekitar 1400 Kaum Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Namun karena saat itu kaum Quraisy di Mekkah sangat anti terhadap kaum Muslim Madinah (terkait kekalahan dalam Perang Khandaq), maka Mekkah tertutup untuk kaum Muslim. Kaum Quraisy menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada waktu itu, bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam di Medinah yang sedang berkembang. 


Nabi Muhammad  mencoba melakukan negosiasi agar tidak terjadi pertumpahan darah di Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci. Perundingan antara Rasulullah  dengan kaum kafir Quraisy menghasilkan sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama : Perjanjian Hudaibiyyah (Arabصلح الحديبية).


Singkat cerita, penyertaan gelar : Rasulullah dalam surat perjanjian itu di tolak oleh utusan kaum Quraisy : Suhail bin Amr. Saat itu Nabi  memerintahkan salah satu sahabat utamanya, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, untuk menghilangkan gelar itu. 

 

Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu karena prinsipnya yang kuat tentang : keimanannya kepada diri Rasulullah , menolak keras untuk menghapus kalimat “Rasulullah”, yang kemudian pada akhirnya, Rasulullah ﷺ sendiri yang menghapusnya dan menggantinya dengan tulisan : Muhammad bin Abdillah, sebagai ganti dari : Muhammad Rasulullah.

[berdasarkan Hadits Riwayat : Imam Bukhari & Imam Muslim]



Kesimpulan


Dari kelima rangkaian alasan, dasar hukum dan alur sejarah di atas, membuktikan kepada kita bahwa Rasulullah  tidaklah seorang yang buta huruf hingga akhir hayatnya. 


Karena adanya keterbatasan suatu bahasa ketika menterjemahkan bahasa lainnya, maka terjemahan kata : nabiyyal-ummiyy dari bahasa aslinya ke dalam bahasa Indonesia sebagai contoh, akan lebih tepat jika memaknai kata : nabiyyal-ummiyy secara holostik.


Kata nabiyyal-ummiyy menurut kami, lebih tepat jika diterjemahkan menjadi : 

 

Muhammad ﷺ adalah seorang yang sudah dewasa akan tetapi keadaannya masih seperti bayi yang baru dilahirkan. Seorang manusia berakhlak mulia dengan sifatnya yang selalu : polos, kekanakan, dan manja kepada Rabbnya.


Al Qur'anul Karim tidak terbantahkan kebenaranya, demikian juga sunnah Nabi , diantara keduanya tidak ada pertentangan. Karena sunnah-sunnah Nabi  menjelaskan cara mengamalkan kandungan Al Qur'an. Sedangan Hadits yang diriwayatkan oleh para Imam ahli hadits pun dengan menggunakan metode yang teruji keilmuannya. 


Artikel ini mencoba mengupas latar belakang Nabi  , sejak sebelum Beliau ﷺ bisa membaca, latar belakang lingkungan dan masyarakat tempat tinggal sekaligus tempat kelahiran Nabi hingga beliau diangkat menjadi Utusan-Nya. Dan akhirnya menjadi guru dan tauladan bagi umatnya, kaum Muslimin hingga akhir jaman.



Kebenaran adalah milik  Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَىWallahu a’lam bishawab. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Rahmaan &  Rahiim berkenan memberikan hidayah-Nya kepada kita, keturunan Nabiyullah Sayyidina Adam 'Alaihissalam. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.


Semoga bemanfaat.

Related Posts

Post Bottom Ad