Begitu sederhana dan tidaklah berbelit-belit, bagaimana ketika Tuhan mengenalkan Dirinya kepada manusia. Mudah diterima logika, terlebih oleh hati nurani setiap manusia.
Mari kita membiasakan diri membaca Al-Fātiḥah terlebih dahulu, mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pemurah & Maha Perkasa berkenan memberikan kemudahan bagi kita untuk memahaminya.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
امِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Ketauhidan dalam Islam sangat dijaga. Bagaimana memposisikan Tuhan sebagai Sang Pencipta, bagaimana posisi para Utusan-Nya, bagaimana posisi makhluk kepada Sang Pencipta, dan kepada para Utusan-Nya, dll.
Ketika Tuhan Semesta Alam ingin berkomunikasi dengan makhluk-Nya, Dia, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى tidak harus mewujudkan diri sebagai makhluk-Nya. Dia Yang Maha Kuasa akan berkomunikasi kepada manusia melalui sisi spiritualnya, yaitu Qolbunya.
Setiap manusia tanpa kecuali, ketika ditanya : "Adakah Tuhan
?", hati nuraninya pasti akan menjawab :"Ada", karena hal itu
adalah fitrah setiap manusia. Kalau saat ini mulutnya mengatakan tidak percaya
tentang adanya Tuhan, hal itu semata karena setan telah mempengaruhi pemahaman
dan alam pikirannya.
Islam sebagai sebuah ajaran agama penyempurna, yang dibawa oleh Nabi terakhir, Rasulullah Muhammad ﷺ, telah memberikan kepada kita pelajaran berharga : " Siapakah Tuhan ?" Al Qur'an telah memberikan informasi tentang hal tersebut. Sangat sederhana, tidak berbelit-belit, dan mudah dimengerti oleh setiap orang.
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa. QS. Al-Ikhlas [112] : 1
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
Allah tempat meminta segala sesuatu. QS. Al-Ikhlas [112] : 2
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan QS. Al-Ikhlas [112] : 3
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.” QS. Al-Ikhlas [112] : 4
Baca juga :
Tafsir Jalalain Surah Al-Ikhlas
Dengan 4 buah kalimat, Allah Yang Maha Pemurah telah mengenalkan dirinya kepada kita semua. Secara tekstual ketika kita terjemahkan dalam bahasa yang kita gunakan sehari-hari, 4 ayat diatas begitu jelas artinya. Akan lebih baik jika kita mau untuk lebih memahaminya.
Imam Jalaluddin Al-Mahalli rahimahullah berkata,
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ رَبِّهِ فَنَزَلَ:
{ قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ } فَاللهُ
خَبَرُ «هُوَ» وَ «أَحَدٌ» بَدَلٌ مِنْهُ أَوْ خَبَرٌ ثَانٍ .
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditanya tentang Rabbnya, lantas turunlah firman Allah:
(Katakanlah,
“Dialah yang Maha Esa”), lafaz jalalah “Allah” adalah khabar
dari lafaz “huwa”, sedangkan lafaz “ahadun” adalah badal dari lafaz jalalah “Allah”, atau khabar
kedua dari lafaz “huwa”.
{ اللهُ الصَّمَدُ } مُبْتَدَأٌ وَخَبَرٌ
: أَيْ المَقْصُوْدُ فِي الحَوَائِجِ عَلَى الدَّوَامِ .
(Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu), lafaz ayat ini terdiri dari mubtada dan khabar (lafaz jalalah “Allah” adalah mubtada dan “Ash-Shamad” adalah khabar). Kalimat tersebut berarti : Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-selamanya.
{ لَمْ يَلِدْ } لاِنْتِفَاءِ
مُجَانِسَتِهِ . { وَلَمْ يُولَدْ } لاِنْتِفَاءِ الحُدُوْثِ عَنْهُ .
(Dia
tiada beranak), karena tiada yang menyamai Allah atau
sejenis dengan Allah, (dan tidak pula diperanakkan) karena
mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.
{ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ }
أَيْ مُكَافِئاً ومُمَاثِلاً وَ «لَهُ» مُتَعَلِّقٌ بِ «كُفَواً» وَقُدِّم
عَلَيْهِ لِأَنَّهُ مَحَطُّ القَصْدِ بِالنَّفْيِ ، وَأُخِّرَ «أَحَدٌ» وَهُوَ
اِسْمُ «يَكُنْ» عَنْ خَبَرِهَا رِعَايَةً لِلفَاصِلَةِ .
(Dan
tidak ada seorang pun yang setara dengan Allah), atau yang semisal dengan-Nya. Lafaz “lahu” berkaitan (muta’alliq) kepada lafaz “kufuwan”. Lafaz “lahu” ini didahulukan karena Dialah yang menjadi subjek
penafian. Kemudian lafaz “ahadun” diakhirkan
letaknya padahal ia sebagai isim dari lafaz “yakun”, sedangkan
khabar yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya. Demikian itu karena
menjaga fasilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat.
Referensi :
Tafsir Al-Jalalain. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi. Ta’liq: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Penerbit Darus Salam.
Imam Al Ghazali, hakikat Manusia itu ada pada tajalli wahdaniyah Allah
سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Maksudnya adalah : yang mampu mengerti tentang ke Esa-an Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى itu adalah qolbu. Qolbu merupakan titik halus yang bersifat rabbaniyah [mengatur/teratur]. Rabbani juga bisa diartikan sebagai titik alat rububiyah.
Artikel terkait :
Kebenaran adalah milik Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, Wallahu a’lam bishawab. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Rahmaan & Rahiim berkenan memberikan hidayah-Nya kepada kita, keturunan Nabiyullah Sayyidina Adam 'Alaihissalam. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Semoga bemanfaat.