Dalam kepercayaan ajaran non-muslim ada pula semacam kisah "Pohon Kehidupan". Apakah kisah ini mirip dengan kisah Sidratul Muntahā di dalam ajaran Islam ?
Sebelum kita membahasnya, marilah terlebih dahulu kita membaca Al-Fatihaah, [baca : Mari 'meluruskan niat' dengan Surah Al-Faatihah ], semoga Allah Yang Maha Raḥmān & Raḥīm berkenan memberikan petunjuk-Nya kepada kita dan memudahkan untuk memahaminya :
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
امِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Penggambaran Pohon Kehidupan dalam berbagai kepercayaan
Dalam kepercayaan non-muslim ada pula semacam kisah yang mirip dengan Sidratul Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan". Dalam agama Baháʼí Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.
Berbeda dengan pohon pengetahuan yang menjembatani surga dan dunia bawah, pohon kehidupan menghubungkan segala bentuk ciptaan.
artikel terkait :
Secara umum, Pohon kehidupan adalah arketipe mendasar dalam banyak tradisi mitologi, agama, dan filosofi dunia. Hal ini erat kaitannya dengan konsep pohon keramat. Pohon pengetahuan yang menghubungkan surga dan dunia bawah seperti Yggdrasil dan pohon pengetahuan baik dan jahat dalam Kitab Kejadian, dan pohon kehidupan, yang menghubungkan segala bentuk ciptaan, adalah bentuk pohon dunia atau pohon kosmik, dan digambarkan dalam berbagai agama dan filsafat sebagai pohon yang sama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Kosmis/kos·mis/ a mengenai kosmos (yaitu semua
yang ada); berhubungan dengan jagat raya.
Salah satu genre kitab suci agama Hindu, Purana, menyebutkan pohon dewa yang disebut Kalpavriksha. Pohon dewa ini dijaga oleh para gandharva di taman kota mitologi Amaravati di bawah kendali Indra, raja para dewa. Dalam satu cerita, untuk waktu yang sangat lama, para dewa dan asura memutuskan untuk mengaduklautan susu untuk mendapatkan amrita, nektar keabadian, dan membaginya secara merata.
Selama
pengadukan, bersama dengan banyak benda mitos lainnya, muncullah Kalpavriksha.
Digambarkan berwarna emas dan memiliki aura yang mempesona. Dikatakan senang
dengan nyanyian dan persembahan: ketika senang, ia mengabulkan setiap
permintaan. Tradisi Hindu menyatakan bahwa ada lima Kalpavriksha terpisah dan
masing-masing mengabulkan jenis keinginan yang berbeda. Pohon-pohon ini juga
muncul dalam kepercayaan Jainisme.
Para penganut agama Budha di Indonesia, mengenal Kalpavriksha dengan Pohon Kalpataru. Berasal dari bahasa Sanskreta dan masuk ke dalam bahasa Indonesia melalu bahasa Jawa Kuno, dari akar kata "kalpa" atau "klp" yang berarti "ingin", dan "taru", "wreksa" yang berarti "pohon".
Secara
visual,pohon mitologi yang banyak terdapat pada relief candi Budha di Jawa ini
buahnya sangat mirip dengan pohon buah roda. Sehingga masyarakat di sekitar
Candi Borobudur,Yogyakarta dan Jawa Tengah banyak menyebut pohon buah roda
sebagai pohon Kehidupan yang dinamakan : Kalpataru.
Penggambaran Sidrat al-Muntahā dalam ajaran Islam
Mendengar istilah Sidratul Muntaha, benak pikiran kita mungkin langsung tertuju pada kisah perjalanan Isrâ’ dan Mi’râj Rasulullah Muhammad ﷺ. Pasalnya, Sidrat al-Muntahā memang termasuk salah satu keagungan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang diperlihatkan kepadanya. Istimewanya, hanya Rasulullah Muhammad ﷺ yang mampu memasuki Sidrat al-Muntahā. Malaikat kuat bernama : sayyidina Jibril 'Alayhi al-salâm sendiri selaku pendamping Rasulullah Muhammad ﷺ tidak diperkenankan memasukinya.
Secara etimologi, Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah "pohon bidara", sedangkan muntaha berarti "tempat berkesudahan" atau "puncak". Al Qur'anul Karim menggambarkan tentang Sidrat al-Muntahā sebagai berikut :
اِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشٰىۙ
Iż yagsyas-sidrata mā yagsyā.
(Nabi Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratulmuntaha dilingkupi oleh sesuatu yang melingkupinya. QS An -Najm [53] : 16
Dijelaskan para ulama, maksud sesuatu yang melingkupi di atas adalah cahaya. Demikian sebagaimana yang digambarkan hadits berikut :
لَمَّا عُرِجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ رُفِعْتُ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، فَرَأَيْتُ عِنْدَهَا نُورًا عَظِيمًا، وَإِذَا وَرَقُهَا مِثْلُ آذَانِ الْفُيُولِ، وَإِذَا نَبْقُهَا مِثْلُ قِلَالِ هَجَرَ، وَإِذَا أَرْبَعَةُ أَنْهَارٍ يَخْرُجُ مِنْ أَصْلِهَا نَهَرَانِ ظَاهِرَانِ وَنَهْرَانِ بَاطِنَانِ فَقُلْتُ: مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: أَمَا الْبَاطِنَانِ فَنَهَرَانِ فِي الْجَنَّةِ، وَأَمَّا الظَّاهِرَانِ فَالنِّيلُ وَالْفُرَاتُ
Artinya, “Ketika dimi’rajkan ke langit, aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Kemudian, aku melihat cahaya yang agung. Daun-daun Sidratul Muntaha itu seperti kuping-kuping gajah dan buah-buahnya seperti kendi besar. Di sana ada empat sungai yang dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Saat itu, aku bertanya, ‘Apa ini, Jibril?’ Ia menjawab, ‘Dua sungai dalam adalah dua sungai di surga, sedangkan dua sungai luar adalah sungai Nil dan Eufrat,’” (Hadis Riwayat Imam Ahmad).
Baca juga :
Kesimpulan
Sebagai Objek yang didiskusikan pada artikel ini, mungkin saja antara : Sidrat al-Muntahā dan Pohon Kehidupan, secara mitologi, agama, dan filosofi dunia terdapat kesamaan makna. Karena pada dasarnya makhluk ciptaan-Nya yang bernama manusia, sesungguhnya faham Ketauhidan sudah diajarkan sejak nabiyullah Adam Alayhi al-salâm. Nabi dan juga rasul terakhir, Muhammad bin Abdullah ﷺ adalah nabi dan sekaligus utusan Tuhan yang merupakan penutup dan penyempurna risalah dari pendahulu-pendahulunya.
Kebenaran adalah milik Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, Wallahu a’lam bishawab. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Rahmaan & Rahiim berkenan memberikan hidayah-Nya kepada kita, keturunan Nabiyullah Sayyidina Adam 'Alaihissalam. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Semoga bemanfaat