10 Pelajaran/Nasehat/Peringatan dari Sunan Kalijaga yang penuh dengan nilai-nilai Filosofi Jawa agar kehidupan kita menjadi lebih bermakna
Sunan Kalijaga merupakan satu dari sembilan wali yang telah berdakwah menyebarkan Islam di tanah Jawa. Ia dikenal sangat piawai melakukan siasat dakwah dengan pendekatan tradisi, yang membuat hati masyarakat dan penguasa tanah Jawa terpikat dan berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Selain sebagai pendakwah dan seniman, Sunan
Kalijaga juga merupakan seorang Filosof Islam Jawa yang banyak menghasilkan
karya-karya falsafah jawa yang kita kenal sampai sekarang, sebagai contoh
adalah ‘Dasa Pitutur’ (Indonesia : 10 Nasehat), 10 filosofi kehidupan
agar manusia bisa selamat dunia dan akhirat :
1. Urip iku urup
Terjemahan : Hidup itu menyala.
Makna : Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita. Semakin besar manfaat yang bisa kita berikan, tentu akan lebih baik.
2. Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara
Terjemahan : Memayu hayuning bawana > Memperindah keindahan dunia. Ambrasta dur hangkara > memberantas kejahatan
Makna : Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah, dan tamak.
3. Sura dira jayaningrat, lebur dening
pangastuti
Terjemahan : Sura dira jayaningrat > keberanian kekuatan kejayaan, lebur dening pangastuti > rusak/hancur/luluh oleh puji/bakti
Makna : Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati, dan sabar. Dengan kata lain, bahwa segala bentuk sikap sombong, angkara murka, dan kezaliman manusia hanya karena kekuatannya, kedudukannya, dan kejayaannya, akan musnah oleh sikap bijaksana, kelembutan, sabar, dan kasih sayang
4. Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake,
sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha
Terjemahan : Nglurug tanpa bala > Menyerang tanpa teman/pasukan. Menang tanpa ngasorake > Menang tanpa merendahkan. Sekti tanpa aji-aji > kesaktian tanpa ilmu beladiri. Sugih tanpa bandha > kaya tanpa harta benda.
Makna :
- Ungkapan Jawa 'nglurug tanpa bala' bermakna kita haruslah menjadi orang yang berani bertanggung jawab, berani untuk beraksi walaupun terkadang tinggal kita sendiri. Sikap ini adalah mencontoh sikap kesatria, yang mana bukanlah orang yang mudah untuk terhasut, ikut-ikutan, tetapi lebih cenderung kepada orang yang berani maju, berani meghadapi masalah, berani untuk bertanggung jawab, walaupun yang lainnya mundur / lari dari masalah tersebut.
- Ungkapan Jawa 'menang tanpa ngasorake' tersebut memiliki arti bahwa tujuan pencapaian kita yang kita harapkan, kemenangan yang kita inginkan, haruslah tanpa merendahkan orang lain. Kekuasaan sering kali tercipta karena suatu kemenangan fisik, kemenangan mental.
- Ungkapan Jawa 'digdaya tanpa aji ' tersebut di atas, kata-kata kekuasaan bukan juga karena kita mempunyai suatu ilmu beladiri / ilmu tenaga dalam / aji-aji. Namun disini, suatu kekuasaan tercipta karena citra dan wibawa seseorang, perkataannya, membuat orang lain sangat menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau mengikutinya.
- Sedangkan Ungkapan 'sugih tanpa bandha'. Kaya yang dimaksud sebenarnya adalah tidak berkekurangan, artinya bukan semata-mata harta yang menjadikan tolok ukur. Kaya yang dituju dalam hidup bukanlah pengumpulan harta benda dan uang selama hidup. Akan tetapi bagaimana menjadi manusia yang senantiasa 'merasa berkecukupan', ringan membantu orang lain dan ketika melakukan sesuatu penuh ikhlas dan sukarela tanpa menuntut imbalan
5. Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun
kelangan
Terjemahan : Datan serik lamun ketaman > jangan iri/dengki ketika tertimpa musibah, datan susah lamun kelangan > jangan susah ketika kehilangan.
Makna : Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri ! Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu!
Falsafah jawa yang satu ini mengingatkan kita tentang bagaimana memahami kehidupan yang baik dan selalu tawakkal pada ketetapan Tuhan, arti dari ungkapan ini adalah jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri. Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.
Dalam falsafah ini, tersirat sebuah makna bahwa manusia Jawa terikat dengan nilai-nilai ketuhanan atau determinisme teologis. Manusia yang percaya akan Tuhan, telah memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu musibah dan kehilangan adalah datangnya dari Tuhan, dan menjadi sebuah pelajaran bagi manusia untuk melakukan upaya perbaikan diri, selalu melakukan introspeksi diri, dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan adanya musibah dan kehilangan, menusia hendaknya jangan terlalu bersedih, karena semua sudah berjalan sesuai alurnya, tetapi manusia harus tetap tabah dalam menghadapi semuanya dan senantiasa berjuang untuk memperbaiki kehidupannya.
6. Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja
aleman
Terjemahan : Aja gumunan > Jangan gampang heran, aja getunan > Jangan mudah kecewa/menyesal diri, aja kagetan > Jangan mudah terkejut, Aja aleman > Jangan suka dipuji / jangan kolokan / jangan congkak / jangan sok jagoan.
Makna : Sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan, sikap dan perilaku buruk : jangan mudah terheran-heran, jangan mudah kecewa, jangan mudah kaget, jangan suka dipuji harus selalu kita ingat dalam menyikapi berbagai kejadian disekitar kita, karena semua itu terjadi pasti atas ijin Tuhan Semesta Alam.
Baca juga :
7. Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan lan
kemareman
Terjemahan : Aja ketungkul > Janganlah terlena, marang > oleh, kalungguhan > kedudukan, kadonyan > keduniawian, lan kemareman > dan kepuasan.
Makna : pitutur luhur ini meminta kita untuk mengutamakan sikap jujur, ikhlas, dan ringan hati dalam menghadapi hidup. Sikap menerima segala sesuatu dengan syukur dalam porsi yang tepat akan membuat hidup terasa mudah. Orang yang tidak pernah puas itu biasanya karena menurutkan hawa nafsu dan kurang bersyukur, serta selalu meliha ke atas pada orang yang dianggap lebih daripada dirinya.
8. Aja kuminter mundak keblinger, aja cidra mundak
cilaka
Terjemahan : aja kuminter > jangan sok pintar, mundak > agar keblinger > tidak salah arah. Aja cidra > Jangan suka berbuat curang, mundak cilaka > agar tidak celaka
Makna : Orang yang merasa pintar, biasanya sulit dinasihati, suka membantah, sulit menerima masukan, tidak mau dikritik, dan mau menangnya sendiri. Falsafah ini kalau kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi 'rem bagi potensi buruk' yang ada dalam diri kita. Sehingga kita akan berusaha melawan jika tanda-tanda buruk diatas muncul.
9. Aja milik barang kang melok, aja mangro mundak kendho
Terjemahan : Aja milik > Jangan ingin memiliki/mudah tergiur, barang kang melok > barang yang tampak indah. Aja mangro > Jangan mendua, mundak kendho > agar tidak kendor.
Makna : Falsafah leluhur Jawa yang satu ini mengingatkan kita agar punya pendirian hati yang teguh atas suatu pilihan atau keyakinan dan tidak mudah berubah pikiran atau pendirian hanya karena ada sesuatu yang lain yang tampaknya lebih baik dari pilihan sebelumnya.
Manusia mesti selalu waspada karena penampilan itu kadang menipu. Sesuatu yang tampak baik dari luarnya belum tentu bisa lebih bermanfaat untuk dirinya.
Mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang, bahwa mereka sangat mudah tergiur atau tergoda oleh sesuatu yang tampaknya bagus dan indah. Sehingga kebanyakan dari mereka tidak mempertimbangkan soal kualitas, manfaat dan kegunaannya. Ketertarikan mereka hanya didasari dari melihat tampilan fisiknya saja. Dan pada akhirnya penyesalan akan datang di kemudian hari.
10. Aja adigang, adigung, adiguna
Terjemahan : adigang > kekuatan, adigung > kekuasaan, adiguna > kepandaian.
Makna : Adigang, Adigung dan Adiguna bermakna manusia hendaknya tidak mengandalkan dan menyombongkan kelebihan yang dia miliki.
Adigang, Adigung dan Adiguna juga merupakan tuturan verbal yang merupakan cermin dari keinginan agar memiliki sifat rendah hati. Selain itu, menggambarkan rasa tidak ingin menyakiti hati orang lain dalam berbicara maupun bertindak.
Kata Adigang, Adigung dan Adiguna ini adalah kesombongan seorang manusia yang diibaratkan seperti sifat gajah yang mengandalkan kekuatannya (Adigung), sifat ular yang mengandalkan bisanya (Adigang), dan sifat kijang yang mengandalkan kemampuan melompatnya (Adiguna)
Sehingga ungkapan Adigang, Adigung dan Adiguna ini juga bisa menjadi sebuah nasihat yang berisi agar orang tidak sombong. Diharapkan dengan ungkapan tersebut orang yang mendengarkan dapat bertumbuh dan berkembang dengan sikap rendah hati terhadap orang lain.
Mudah-mudahan bermanfaat