Kecerdasan suprarasional dalam diri manusia. Uli an-Nuha merujuk kepada orang-orang dengan akal & ilmunya : memiliki moralitas, nilai-nilai spiritual, dan mampu mencegah dari perbuatan buruk yang tidak diridhoi Allah dan Utusan-Nya ﷺ
Apa pengertian dari Ulin Nuha ? Mengapa Allah Subḥānahu WaTaʿālā menyebut manusia sebagai Ulin Nuha ? Qur'an pada surat apa yang menyebut Ulin Nuha? Bagaimana arti Ulin Nuha dari ditinjau dari bahasa aslinya ? Bagaimana memahami konsep Ulin Nuha menurut Islam?
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
امِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Ulin Nuha menurut Al Qur'an
Uli an-nuha adalah salah satu diksi yang digunakan al-Quran untuk mengungkap karakteristik seseorang “yang memiliki akal”. Uli An-Nuha (أولِي النُّهى) ditemukan di dalam al-Quran sebanyak dua kali; semuanya ada di QS Thaha [20] ayat 54 dan 128. Untuk mengungkap makna uli an-nuha secara komprehensif perlu melihat ayat sebelum atau sesudahnya, sehingga akan melahirkan pemahaman yang menyeluruh. ࣖكُلُوْا وَارْعَوْا اَنْعَامَكُمْ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى النُّهٰى
Makanlah dan gembalakanlah hewan-hewanmu! Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal. QS Thaha [20] : 54
Tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (orang-orang musyrik) tentang berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, (padahal) mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (generasi itu)? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal. QS Thaha [20] : 128
Makna Ulin Nuha ditinjau dari sisi bahasa
Lebih dari itu, uli an-nuha memiliki
makna yang khas dan sangat dalam. Kalimat “ulin nuha” terdiri dari dua kata,
yakni uli (أولِي)
dan an-Nuha (النُّهى). Uli atau ulu (أُولُو)
-ketika marfu’– lafaz jama (plural) yang tidak memiliki
bentuk mufrad (tunggal),
atau isim
jama yang bermakna “mempunyai” bersinonim dengan dzu ((ذو.
Fairūz ābādī di dalam Bashāir Dzawi al-Tamyīz fī Lathāif al-Kitāb al-‘Azīz (2, 174) dan Qāmūs al-Muhīth (1, 1349)
berpendapat bahwa kalimat ulu tatkala dikategorikan kepada isim jama maka
bentuk tunggalnya ialah dzū untuk muzakar dan dzātu ‘ذات’ atau dzuh -dengan ha tanbih-
untuk muannats.
Adapun kata an-Nuha merupakan bentuk plural dan kata tunggalnya yaitu nuhyah ((نهية yang bermakna “akal”. Artinya, orang yang mempunyai akal harus mampu menghindari semua hal yang dilarang oleh agama dan terus berusaha menjalankan kebaikan.
Tafsir tentang Ulin Nuha
Ulin nuha dalam Bahasa Arab أولى النّهى bermakna orang-orang yang memiliki fikiran atau akal (Sumber: Tafsir Al-Azhar, 1988:243) dan afifi dalam Bahasa Arab عفيف yang bermakna orang yang tidak melihat kepada apa yang dimiliki oleh orang lain. (Sumber: سلسلة التّعليم) Namun, kalau kita lihat sekilas, apa ya hubungan antara orang yang berakal dengan orang yang boleh dikatakan adalah orang yang menjaga dirinya?
Di dalam Tafsīr al-Jalālain (1, 410) akal diistilahkan dengan nuha, karena dapat mencegah pemiliknya dari perbuatan-perbutan buruk. Al-Razi dalam Mafātīh al-Ghaib (12, 112) mengatakan bahwa nuha adalah salah satu sifat dari akal, sehingga nuha hanya untuk orang-orang yang memiliki akal.
Menurut beberapa ahli tafsir, Ali Al-Shabuni,14 Abdullah Yusuf Ali15 dan Sayyid Husain al- Thaba'thaba'I16 dapat disimpulkan bahwa Uli an-Nuha merujuk kepada orang-orang yang berakal sehat, bersih, memiliki moral dan nilai-nilai spiritual
Artikel terkait :
Selama ini kalimat uli an-nuha sering diterjemahkan dengan ‘yang mempunyai akal’. Namun, terjemahan seperti itu tidak mewakili makna secara komprehensif, karena ada istilah lain yang digunakan al-Quran untuk menyebutkan “yang mempunyai akal” di antaranya ulul albab dan ulul abshar. Sehingga apabila maknanya sampai pada “yang mempunyai akal” maka akan menimbulkan kesan pengulangan, padahal setiap diksi al-Quran mempunyai signifikansinya.
Quraish Shihab dalam Kaidah Tafsir, hal. 338 berpendapat bahwa di antara keistimewaan bahasa al-Quran ialah keserasian dan keseimbangan maknanya.
Untuk lebih memudahkan pemahaman kita, menurut Islam manusia mempunyai tingkatan berdasarkan kecerdasannya :
- Ulil Abshar adalah orang- orang yang memiliki pandangan yang berbobot,
- Ulul Albab adalah orang-orang berilmu yang mau menggunakan akal & nalarnya untuk membedakan yang benar/salah, dan memahami tanda-tanda Kekuasaan Tuhan disekitarnya.
- Sedangkan Ulin Nuha adalah orang-orang yang diberi keistimewaan oleh Allah Subḥānahu WaTaʿālā berupa pengetahuan, pemahaman, dan hikmah secara holistik dalam rangka mawas diri dan mencari keridhaan Tuhan & Utusan-Nya ﷺ .
يُؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الْاَ لْبَا بِ
Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat. QS. Al-Baqarah [2] : 269
Ridha berasal dari bahasa
arab yang secara etimologi terbentuk dari kata-kata rhadiya-yardhaa, yang
kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang biasa kita padankan dengan
kata ikhlas atau puas menerima ataupun
telah merestui sesuatu bagaimanapun keadaannya.
Ridha artinya rela, mencari Ridha Allah artinya mencari apa yang membuat Allah rela pada diri manusia. Maka seseorang yang memiliki prinsip hidup mencari ridho Allah adalah mereka yang benar-benar menuhankan Allah sekaligus memiliki prinsip Lailahaillallah. (Baca : Ridho Allah diketahui lewat 3 hal ini)
Kata uli an-nuha disebut dalam Al Qur'an sebanyak 2 kali sebagaimana telah kami tulis di atas, dimana pada kedua ayat tersebut manusia di karuniai hikmah oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى untuk menggunakan nalarnya untuk memahami tanda-tanda Kekuasaan-Nya pada : hewan ternak & bekas-bekas Generasi pembangkang kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.
Sebagai contoh tentang hewan ternak, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman dalam QS. Yasin [36] : 71-74,
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِّمَّا عَمِلَتْ اَيْدِيْنَآ اَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مٰلِكُوْنَ
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Kami telah menciptakan untuk mereka hewan-hewan ternak dari ciptaan tangan Kami (sendiri), lalu mereka menjadi pemiliknya? QS. Yaasin 36 : 71
وَذَلَّلْنٰهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوْبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُوْنَ
Kami menjadikannya (hewan-hewan itu) tunduk kepada mereka. Sebagian di antaranya menjadi tunggangan mereka dan sebagian (lagi) mereka makan. QS. Yaasin 36 : 72
وَلَهُمْ فِيْهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُۗ اَفَلَا يَشْكُرُوْنَ
Pada dirinya (hewan-hewan ternak itu) terdapat berbagai manfaat dan minuman untuk mereka. Apakah mereka tidak bersyukur? QS. Yaasin 36 : 73
ۗوَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ
Kecerdasan yang hakiki yang ada pada seorang manusia adalah kecerdasan hati, yaitu tingkat kemampuan memahami sesuatu. Dalam Al Quran konsep kecerdasan manusia selalu dikaitkan dengan nilai-nilai spiritual yang bersumber dari nilai kesucian fitrah yang ada dalam diri manusia. informasi Alquran yang mengacu kepada kecerdasan ini terkandung dalam tiga konsep utama, yakni: Uli al-Abshar, Uli al-Albab, dan Uli an-Nuha. Ketiganya dapat dimaknai sebagai orang yang berakal sehat disertai dengan hati yang bersih, selalu dikaitkan dengan nilai-nilai spiritual yang bersumber dari fitrah.
Dari hewan ternak ini, manusia seharusnya dapat mengambil banyak pelajaran diantaranya : manfaat yang dapat diambil manusia dari hewan ternak, disamping itu manusia harus mampu mengatur 'potensi hewaniah' (duniawi, biologis, emosional, menang sendiri, dll) yang ada pada dirinya, hingga pada puncaknya manusia menjadi makhluk yang mampu mawas diri, pandai bersyukur kepada Rabb-nya, selalu berusaha mencari ridha Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan Utusan-utasan-Nya, khususnya Rasulullah Muhammad ﷺ
Kebenaran adalah milik Allah Ta'ala, wallahu a’lam bishawab. Semoga bemanfaat.